Kamis, 15 September 2016

Tato Dayak Makna dan Filosofis






Tato kini ini sudah menjadi seni tersendiri bagi para peminat dan penggemar dari seni gambar pada tubuh manusia baik pria maupun wanita, dalam hal ini tak membahas antara pro dan kotra dari seni tato tersebut. Tato memang sudah menjadi trend tersendiri baik didalam negeri maupun luar negeri, yang menjadikannya sebagai simbol kebebasan memodif diri dan tubuh dengan gambar atau pola-pola yang tergambar dengan indah, tetapi di negari kita Indonesia tato sudah dikenal sejak dahulu kala.

bagi suku Dayak Kalimantan gambar tato memiliki arti dan filosofi tersendiri, hal itu erat kaitannya dengan pengalaman-pengalaman yang mereka gambarkan sebagai bentuk pengingat baik pengalaman pribadi maupun pengalaman spiritual mereka.

Tato bagi sebagian suku dayak tato merupakan hal yang tidak terpisahkan dari tubuh mereka, tato bagi suku dayak adalah sesuatu yang sakral berhubungan erat dengan beberapa kejadian dan tujuan yang sudah menjadi budaya suku di Kalimantan Indonesia. Akan tetapi perlu kita ingat bahwa tidak semua suku dayak menggunakan tato, dan tidak semua suku dayak memiliki tato yang sama, beberapa tato memiliki motif yang sama hanya saja terkadang terdapat beberapa modifikasi.








Maka tak perlu terkejut jika disaat masuk ke dalam perkampungan masyarakat Dayak dan kemudian berjumpa dengan orang-orang tua baik pria maupun wanita yang dihiasi dengan berbagai macam tato indah di beberapa bagian tubuhnya. Gambar tato bagi masyarakat Dayak kalimantan bukan sekadar hiasan, tetapi memiliki arti dan makna yang sangat mendalam.


Tato ditubuh pria suku Dayak adalah sebagai simbol dari segala hal. tanda inisiasi, simbol kekuatan magis, serta berhubungan dengan religi, dan untuk pengobatan, kenangan perjalanan atau catatan kehidupan. Tetapi arti yang paling esensial dari gambar tato tersebut bagi suku dayak kalimantan adalah bukti kelaki-lakian yang tahan akan penderitaan.


Dalam hal motif, tato tradisional suku dayak kalimantan penuh dengan simbol serta filosofi. Mitologi Dayak dalam sketsa menampilkan sosok-sosok mahluk hidup dalam bentuk abstraki. Penempatan suatu motif di suatu bagian tubuh, juga memiliki makna tersendiri. Bagi orang Dayak, tato lebih dari sekadar gaya hidup. Tato di tubuh bisa menjelaskan beberapa hal: bagian dari tradisi religi, status sosial, penghargaan terhadap kemampuan, ahli pengobatan, atau menandakan seseorang sering mengembara.



Tato Dayak Kalimantan dahulu kala dibuat dengan memanfaatkan sumber daya sekitar. Jelaga dari lampu pelita atau arang periuk serta kuali, dipergunakan sebagai pewarnanya. Bahan bahan tersebut kemudian dikumpulkan serta dicampurkan dengan gula kemudian diaduk sampai sedemikian rupa.


Dengan menggunakan duri dari pohon jeruk yang ukurannya cukup panjang dan tingkat ketajamannya memadai, dipergunakan sebagai alat untuk merajah. Duri tersebut bisa digunakan langsung atau dijepitkan ke setangkai kayu untuk pegangan sehingga menyerupai palu dalam penggunaanya. Dengan cara Duri pohon jeruk itu dicelupkan pada “tinta” berbahan jelaga dan gula, oleh pentato kemudian dengan menusukkan duri ke kulit sesuai motif yang diinginkan. Bahkan jika motifnya terlalu rumit, proses perajahan bisa memakan waktu seharian. Bekas tusukan duri jeruk tersebut bisa berakibat pada pembengkakan dan mengeluarkan darah lebih parahnya bisa menyebabkan demam 1 sampai 2 hari.

Seiring perkembangan jaman, pembuatan tato tradisional sudah menggunakan jarum. Bahan yang semula jelaga juga mulai berubah seiring tersedianya berbagai alternatif tinta sebagai bahan warna tato, yang terdiri atas dua bentuk: batu arang dan cair. Jika berupa batu arang, sebelum dipergunakan harus terlebih dahulu digosok kemudian dicampur air.

Gambar tato tradisional hanya memiliki satu warna, yakni hitam kebiru-biruan dengan wujud yang khas buatan tangan. Sedangkan tato zaman modern sudah jauh lebih rapi dan warna-warni berkat peralatan mesin dan tintanya.

Sementara itu gambar tato bagi sebagian orang yang memiliki kekuatan magis motif tato hewan yang tergambar dalam tubuhnya itu sewaktu-waktu bisa dihidupkan, dan benar-benar hidup layaknya hewan seperti biasa bahkan bisa dipergunakan sebagai penunjuk jalan si pemilik gambar tato tersebut, apabila ada bahaya yang menghadang maka akan memberitahukan si pemilik tato.

Sedangkan gambar tato yang diperuntukan untuk pengobatan, misalnya jika ada seorang perempuan yang melahirkan bayi secara berturut-turut melahirkan dan bayinya meninggal maka si ibu harus menjalani ritual untuk membuang sial, diatas puting payudara si ibu harus ditato atau rajah yang menyerupai puting payudara. Dalam hal ini ritual tersebut guna membuang sial yang bersarang pada puting asli yang menjadi penyebab meninggalnya dua janin secara berurutan.







Tujuan Pembuatan Tato Bagi Suku Dayak

Tato pada suku dayak di sebut “tutang”, setiap motif tato memiliki arti berbeda-beda, pembuatan dan peletakan tato juga tidak boleh dilakukan sembarangan.

Menurut kepercayaan tato berwarna hitam yang terdapat pada suku dayak akan berubah menjadi warna emas dan menjadi penerang jalan menuju keabadian setelah mereka mati dan telah melalui upacara Tiwah.

Selain itu tato juga memiliki beberapa fungsi diantaranya:

  1. Penanda bahwa pemilik tato adalah keturunan asli suku dayak.
  2. Menjaga pemilik tato dari pengaruh roh-roh jahat.
  3. Sebagai penanda bahwa pemiliknya telah lulus Kinyah (seni bela diri menggunakan Mandau).
  4. Sebagai penghargaan atas jasa karena sering menolong atau mengobati.
  5. Sebagai perhargaan atas keberanian di medan pertempuran (pemenggal kepala).
  6. Sebagai tanda bahwa pemilik tato telah merantau ke berbagai suku.
  7. Bagi wanita sebagai tanda bahwa wanita tersebut sudah siap menikah.
  8. Sebagai penanda perbedaan status sosial.
  9. dan fungsi-fungsi yang lain.







Macam-macam Tato Suku Dayak kalimantan


Bentuk dan gambar tato pada suku dayak umumnya di ambil dari alam seperti burung enggang yang mewakili dunia atas, tali nyawa pada katak yang mewakili dunia bawah, serta beberapa motif seperti motif bunga terong, cabang pohon dan berbagai bentuk-bentuk lain yang di ambil dari alam.
Selain itu dikenal juga tutang bajai (tato buaya), gambar naga, saluang murik, apui (api), palapas langau (sayap lalat), manuk tutang usuk, matan punei (mata burung punei), manuk tutang penang, lampinak (seperi salib), tutang tasak bajai dinding.
Motif Tato Laki-laki dan Perempuan Suku Dayak Dibedakan Bentuk dan Tujuannya.



Tato Laki-laki



Tato yang terdapat di jari-jemari tangan menunjukkan bahwa si pemilik adalah orang yang banyak berjasa dalam tolong-menolong.
Tato Bunga Terung atau bunga terong dengan gambar tali nyawa (bentuk usus pada katak)   dibagian tengahnya merupakan penanda bahwa seorang lelaki dari suku dayak telah memasuki masa usia dewasa.
Tato motif muka harimau, tato ini biasanya di letakkan di bagian paha menunjukkan status sosial yang tinggi bagi pemiliknya.
Tato Ukir Rekong terletak di leher berfungsi untuk memberikan kekuatan pada tenggorokan atau berfungsi sebagai pelindung agar tidak di penggal oleh Mandau musuh.

Tato Perempuan
Tato Tedak Kassa terletak dikaki, menandakan bahwa perempuan tersebut telah dewasa.
Tato Tedak Usuu dan Tedak Hapii terletak di tangan berfungsi sebagai penjaga dari roh-roh jahat.

Ada aturan-aturan tertentu dalam pembuatan tato atau parung, baik pilihan gambarnya, struktur sosial orang yang ditato maupun penempatan tatonya. Meski demikian, secara religi tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai "obor" dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian.


Karena itu, semakin banyak tato, "obor" akan semakin terang dan jalan menuju alam keabadian semakin lapang. Meski demikian, tetap saja pembuatan tato tidak bisa dibuat sebanyak-banyaknya secara sembarangan.


seluruh bagian tubuhku terlihat dan dapat ditemukan oleh para leluhur, di kegelapan ketika aku mati, karena semua tatoku bersinar di alam setelah mati  _Durga Sipatiti (Durga Tatto)_

FILOSOFI BURUNG ENGGANG (Dayaknesia/ Dayaknese)







Burung Enggang (bahasa Inggris: Hornbill) adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk lembu tetapi tanpa lingkaran, kadang kala dengan kask pada bagian atas mandibel. Biasanya paruhnya itu berwarna garang. Nama sainsnya “Buceros” merujuk kepada bentuk paruh, dan berarti “tanduk lembu” dalam bahasa Yunani. (Wikipedia. 2008)

Dalam klasifikasi ilmiah, Enggang (begitu saja kita sebut), merupakan sekelompok burung berparuh tanduk yang masuk dalam keluarga Bucerotidae. Ada sekitar 57 spesies dalam keluarga burung ini yang 10 di antaranya endemik Afrika, sebagian lagi endemik Asia, dan sisanya tersebar di wilayah lain.

Burung Enggang dicirikan oleh ukuran tubuh yang besar, kurang lebih dua kali ayam kampung dan memiliki paruh yang sangat besar menyerupai tanduk sehingga dinamakan hornbill, yang berarti ‘paruh tanduk’. Dari kejauhan, burung ini dapat dikenali melalui suara yang parau lantang. Burung dengan ukuran tubuh yang sangat besar, dengan suara yang keras serta beberapa jenis memiliki warna tubuh yang mencolok, merupakan burung yang sangat jarang dijuampai. Kelompok burung Enggang (Bucerotidae) mempunyai paruh besar dan kokoh tetapi ringan serta bersifat arboreal.


Burung Enggang merupakan burung endemik di wilayah Kalimantan, yang tidak ada di wilayah lainnya. Sebagai burung endemik wajar saja akhirnya burung ini banyak disimbolisasikan oleh masyarakat yang ada di wilayah Kalimantan, seperti masyarakat Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Simbolisasi burung enggang ini diwujudkan kedalam bentuk-bentuk simbol pemerintahan daerah, tarian sampai simbol universitas.



Burung Enggang juga merupakan satwa langka yang terdapat di hutan rimba Kalimantan. Tercatat sebagai keturunan burung yang hidup sejak ribuan tahun lalu. Sejak lama burung enggang memang sudah menjadi salah satu burung yang “dipuja” dibanyak kebudayaan kuno, termasuk suku Dayak di Kalimantan. Burung enggang pada beberapa kebudayaan kuno menjadi bagian ritual religi yang melambangkan kebebasan, kesucian dan mithologi. Burung yang dianggap memiliki kekuatan gaib oleh suku dayak ini, Kini ia termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi karena terancam punah.


Berdasarkan kepercayaan orang-orang lama, simbolisasi burung enggang ini setara dengan simbolisasi naga, yang dianggap bahwa burung enggang sebagai simbolisasi alam atas (langit) dan naga sebagai simbolisasi alam bawah (darat).Di sini burung enggang sebagai penjaga alam atas, yang sekaligus sebagai wujud keseimbangan dengan alam bawah.

Istimewanya dari burung enggang yaitu pada saat burung betina mengerami telurnya sampai menetas tidak pernah meninggalkan sarangnya, kemudian kebutuhan makannya selama disarang disediakan oleh burung enggang yang laki. Dalam hal makanan si burung enggang tidak lah terlalu pilih-pilih yang penting asal buah-buahan itu sudah masak maka akan dimakannya, seperti pisang, kestela, mangga kemudian kadang-kadang juga memakan binatang yang kecil-kecil untuk pencernaan.



Burung enggang betina akan lama berada disarangnya sehingga selama disarangnya burung betina membentuk sarang yang tertutup dengan satu lubang yang tidak terlalu besar, kemudian sarang itu terus dirangkai menjadi sarang besar jika anak-anaknya sudah menetas, serta anak-anak yang sudah mulai besar bisa ikut merevarasi sarang ini menjadi besar untuk tempat tinggalnya sendiri dengan menyambung dari sarang yang induknya.

Kepandaian burung enggang dalam merangkai sarang inilah yang menjadi sebab urang Kotabaru menyebut burung ini dengan sebutan lain, yaitu burung rangkai. Arti burung rangkai ini adalah burung yang pandai membuat sarang dari awalnya berbentuk kecil sampai menjadi berbentuk besar dan panjang.
Warna hitam yang melekat di burung enggang itu melambangkan keteguhan jiwa dan kesetiaan. Ini terkait dengan kebiasaan burung enggang dalam memilih pasangan hidupnya yang selalu dikasihi dan setia sampai akhir hayat. Burung enggang selalu melindungi betinanya dan anak-anaknya dari bahaya luar dengan membangun sarang yang tertutup dan tinggi.
Dalam kepercayaan umat hindu kaharingan, burung tingang memiliki makna tersendiri. Berdasarkan mithologi agama hindu kaharingan, di lewu batu nindan tarung (alam atas), Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung tingang) adalah  salah satu penciptaan Ranying Hatala melalui perubahan wujud Luhing Pantung Tingang (destar) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima Danum nyalung Kaharingan belum (Air Suci Kehidupan). Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat kitab suci panaturan







Pasal 27 ayat 21
Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit, homboh malentar kilat basiring hawun,Luhing pantung tingang basaluh manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu”.
Bersama bunyi Guntur menggemuruh memenuhi alam semesta, petir halilintar menggetarkan buana, Luhingpantung tingang kejadian menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung enggang).
 Kemudian burung tingang tersebut tinggal dan menempati Lunuk Jayang Tingang Baringen Sempeng Tulang Tambarirang (Pohon Beringin), dimana pada saat Balian Balaku Untung wujud burung tingang itu memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan Banama Tingang (perahu) untuk mendapatkan berkat dan karunia dari Ranying Hatala.

Oleh karena itu dalam setiap upacara basarah yang dilakukan oleh umat hindu kaharingan selalu terdapatdandang tingang (bulu ekor tingang) sebagai sarana pelengkap yang terdapat didalam sangku tambak rajamendapatkan bulau untung aseng panjang (berkat dan karunia-Nya) dari Ranying Hatala. Dilihat dari filsafat keagamaan hindu kaharingan sendiri dandang tingang memiliki makna simbolis didalam kehidupan umat manusia yaitu :

1. Warna putih dibagian atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatala beserta manisfestasi-manisfestasi-Nya.
2. Warna hitam di tengah, yaitu alam kehidupan manusia di pantai danum kalunen (dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.
3. Warna putih dibagian bawah, berarti alam kekuasaan Jatha Balawang Bulau.
Dari ketiga warna tersebutlah yang menjadi warna corak dalam kehidupan umat hindu kaharingan yang diaplikasikan dalam bhakti sebagai ucapan syukur kepada Ranying Hatala dan Jatha Balawang Bulau melalui berbagai upacara-upacara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Umat hindu kaharingan meyakini bahwa dalam bulu ekor tingang tersebut terdapat suatu kekuatan gaib yang menjadi pedoman hidup yang berlandaskan dengan Lime Sarahan (Lima Pengakuan Iman) dalam meyakini segala kekuasaan Ranying Hatala dalam kehidupan di dunia ini.